Wejangan Hakim kepada Artalyta

Posted by Ali Mahrus, S.Pd | | | 0 comments »

Persidangan kasus dugaan suap jaksa Urip Tri Gunawan dengan tersangka kasus Artalyta Suryani, Senin (30/6) siang ini, penuh dengan wejangan dari Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago. Berkali-kali hakim memberikan nasihat kepada Artalyta untuk berkata jujur dan tidak terpengaruh oleh arahan orang lain.

"Jangan terlalu terimprovisasi, terpengaruh arahan seseorang harus begini, begitu. Jangan percaya skenario orang. Percaya diri sendiri," ujar ketua majelis hakim setelah Artalyta menjawab tentang kejadian di rumah Jalan Hang Lekir Jakarta saat Urip tertangkap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6).

Wejangan kembali meluncur dari mulut hakim berkumis ini ketika Artalyta mengaku panik setelah Urip tertangkap di depan rumahnya. Ratu suap itu mengaku panik dan takut karena ada perhiasan dan sejumlah uang di rumahnya. Dia juga takut karena Urip membawa uang yang katanya untuk berbisnis perbengkelan.

"Kenapa mesti takut kalau uang itu hanya uang bisnis. Uang terimakasih itu tidak bisa di-tipe-X, tidak bisa dihapus lho! Terserah saudara mengaku apa. Tapi 'panik' ini petunjuk bagi majelis hakim jika memang 'ada apa-apa'," kata ketua majelis hakim dengan nada meninggi.

Lama-kelamaan jawaban Artalyta semakin menyimpang dari pokok bahasan dan tidak sesuai dengan bukti-bukti yang berada di tangan majelis hakim. Oleh karena itu, wejangan Mansyurdin tak berhenti sampai di situ. Dalam sidang hari ini Artalyta masih bersikukuh bahwa rumah di Simprug Jakarta merupakan miliknya.

Namun, dia juga mengakui rumah mewah tersebut milik Syamsul Nursalim setelah ketua majelis hakim membacakan bukti dari Dinas Kependudukan DKI Jakarta. "Iya yang mulia. Tapi itu sudah milik saya meski memang belum dibalik nama, seperti halnya rumah saya yang di Hang Lekir yang juga masih belum dibalik nama," jelasnya.

Akhirnya, Mansyurdin berpesan, "Awalnya saya respek dengan saudara karena saudara kooperatif. Tidak seperti Urip, dia tidak kooperatif. Contohnya pas diperdengarkan rekaman suara. Saudara dengan ikhlas mengakui itu suara Anda dan Urip meski kadang memakai kata 'mungkin'. Sekarang saya minta agar Anda kembali bersikap kooperatif," ujarnya.Persidangan kasus dugaan suap jaksa Urip Tri Gunawan dengan tersangka kasus Artalyta Suryani, Senin (30/6) siang ini, penuh dengan wejangan dari Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago. Berkali-kali hakim memberikan nasihat kepada Artalyta untuk berkata jujur dan tidak terpengaruh oleh arahan orang lain.

"Jangan terlalu terimprovisasi, terpengaruh arahan seseorang harus begini, begitu. Jangan percaya skenario orang. Percaya diri sendiri," ujar ketua majelis hakim setelah Artalyta menjawab tentang kejadian di rumah Jalan Hang Lekir Jakarta saat Urip tertangkap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6).

Wejangan kembali meluncur dari mulut hakim berkumis ini ketika Artalyta mengaku panik setelah Urip tertangkap di depan rumahnya. Ratu suap itu mengaku panik dan takut karena ada perhiasan dan sejumlah uang di rumahnya. Dia juga takut karena Urip membawa uang yang katanya untuk berbisnis perbengkelan.

"Kenapa mesti takut kalau uang itu hanya uang bisnis. Uang terimakasih itu tidak bisa di-tipe-X, tidak bisa dihapus lho! Terserah saudara mengaku apa. Tapi 'panik' ini petunjuk bagi majelis hakim jika memang 'ada apa-apa'," kata ketua majelis hakim dengan nada meninggi.

Lama-kelamaan jawaban Artalyta semakin menyimpang dari pokok bahasan dan tidak sesuai dengan bukti-bukti yang berada di tangan majelis hakim. Oleh karena itu, wejangan Mansyurdin tak berhenti sampai di situ. Dalam sidang hari ini Artalyta masih bersikukuh bahwa rumah di Simprug Jakarta merupakan miliknya.

Namun, dia juga mengakui rumah mewah tersebut milik Syamsul Nursalim setelah ketua majelis hakim membacakan bukti dari Dinas Kependudukan DKI Jakarta. "Iya yang mulia. Tapi itu sudah milik saya meski memang belum dibalik nama, seperti halnya rumah saya yang di Hang Lekir yang juga masih belum dibalik nama," jelasnya.

Akhirnya, Mansyurdin berpesan, "Awalnya saya respek dengan saudara karena saudara kooperatif. Tidak seperti Urip, dia tidak kooperatif. Contohnya pas diperdengarkan rekaman suara. Saudara dengan ikhlas mengakui itu suara Anda dan Urip meski kadang memakai kata 'mungkin'. Sekarang saya minta agar Anda kembali bersikap kooperatif," ujarnya.